Rabu, 02 Maret 2011

Perekonomian Indonesia Masa Pemerintahan Indonesia Bersatu

Pemerintahan Indonesia bersatu
Kabinet Indonesia Bersatu adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007.

Kabinet baru mencerminakan harapan baru. Sebagaiman diketahui bersama bahwa SBY dalam notulensinya selalu mengatakan akan membentuk kabinet yang ahli (zaken) dengan kompetensi, kredibilitas, serta loyalitas para menterinya bukan hanya kepada kepala negara, terlebih kepada rakyat. Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II setidaknya menjadi parameter keberhasilan atau kegagalan SBY di masa pemerintahan yang keduanya karena disitulah orang-orang pilihan SBY berada.

Realitas Ekonomi
Sebagai bagian dari komunitas dunia, Indonesia tentu tidak bisa berpaling dari realitas perekonomian global. Fenomena konstelasi ekonomi global tentu sedikit banyak akan mempengaruhi bentukan kebijakan ekonomi domestik, baik jangka panjang maupun pendek.

Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), perekonomian dunia berada pada fase ekspansi dengan tingkat rata-rata pertumbuhan mencapai 4,7%, jauh di atas rata-rata pertumbuhan lima tahun sebelumnya (1999-2003) sebesar 3,4%. Seiring dengan meningkatnya intensitas krisis keuangan global yang ditandai dengan bangkrutnya perusahaan keuangan terbesar AS Lehman Brothers, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan yang sangat tajam di penghujung tahun 2008. Dengan kondisi global yang semakin memburuk, ekonomi dunia hanya mampu tumbuh 3,4% pada tahun 2008, terendah selama kurun waktu 1980-2007. Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut sedikit di bawah perkiraan IMF pada bulan April 2008 yang semula diproyeksikan mampu tumbuh hingga 3,8%.

Perlambatan aktivitas ekonomi yang terjadi di negara maju berimbas ke negara-negara berkembang terutama negara yang memiliki ikatan perdagangan dan keuangan yang erat dengan negara maju. Ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih signifikan terjadi di negara-negara Asia yang mengandalkan ekspor, seperti Singapura, Taiwan, Korea, dan Hong Kong atau yang dikenal dengan NIEs (Newly Industrialized Economies)

Di tengah terjadinya penurunan yang sangat tajam pada perekonomian global, perekonomian Indonesia masih mampu menunjukkan kinerja yang baik dan mencatat pertumbuhan 6,1% pada tahun 2008. Meski positif ternyata angka pertumbuhan tersebut tidak berkorelasi secara langsung dengan realitas kehidupan masyarakat sebenarnya. Masih tingginya angka kemiskinan diatas 15%, pengangguran yang masih dikisaran 9-10%, serta ketimpangan pendapatan yang masih 0,3% menunjukkan Indonesia masih harus melakukan pembenahan disektor-sektor ekonomi fundamental.

Langkah yang Bisa Diambil
Target-target ekonomi fundamental; penurunan kemiskinan, tingkat pengangguran, pendemarkasian ketimpangan pendapatan, menciptakan sebanyak-banyak lapangan kerja harus benar-benar menjadi prioritas pemerintah dengan tim ekonomi barunya. Kebijakan-kebijakan medio pemerintahan kemarin wajib dilanjutkan jika dipandang berimplikasi pada kesejahteraan rakyat. Seperti BLT, PNPM Mandiri, Subidi silang pendidikan, KUR, dsb dirasa penulis masih relevan jika kembali diimpelementasikan dengan penyempurnaan sistem dan teknis. BLT misalnya, bisa disalurkan kembali dengan target ekonomi produktif, pendidikan anak, kesehatan keluarga, dsb.

Disamping itu penguatan pemberdayaan masyarakat daerah perlu diintensifkan dengan masifitas pendirian lembaga-lembaga keuangan mikro; Baitul Maal wat Tamwil (BMT), BPR, Koperasi Jasa Keuangan, Koperasi Simpan Pinjam untuk memberikan dan mengelola modal masyarakat tingkat pedesaan (grass root). Kehadiran lembaga keuangan mikro dipastikan akan sangat bermanfaat sekali guna membantu masyarakat yang biasanya cenderung “alergi” jika harus bersentuhan dengan lembaga keuangan “besar” seperti bank. Disamping itu, agar msayarakat tidak terjerumus dalam jeratan lintah darat yang menerapkan sistem bunga tidak berpri-kemanusiaan dan pri-keadilan.

Penguatan infrastruktur juga sangat penting guna menunjang aktifitas perekonomian daerah. Infrastruktur penghubung seperti jalan, jembatan, transportasi darat, laut dan udara menjadi modal fundamen untuk melancarkan arus pengiriman barang antar-daerah. Siklus perekonomian mikro yang tidak terdistorsi akan mampu menyumbangkan subsidi besar terhadap APBN nasional kita. Kita tentu berharap bukan hanya pertumbungan ekonomi saja yang dikejar dan menjadi target pemerintah, tapi pembangunan ekonomi yang menekankan pada pemerataan dan pemberdayaan.