Nama : Pipo Legenda
NPM : 25210342
Kelas : 4EB 18
TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI
1. Jelaskan bagaimana audit
social independen dan mekanisme perlindungan formal dapat mendorong
perilaku etis ?
Jawab :
Audit sosial yang independen, yang mengevaluasikeputusan
dan praktek manajemen dalam hal kode etik organisasi, meningkatkan hal itu.
Audit tersebut dapat berupa evaluasi secara teratur atau mereka dapat terjadi
secara acak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Sebuah program etika yang efektif
mungkin membutuhkan keduanya. Untuk menjaga integritas, auditor harus
bertanggung jawab kepada Dewan Direktur perusahaan dan menyajikan temuan
langsung ke mereka. Susunan ini memberi pengaruh kepada auditor dan mengurangi
kesempatan untuk balas dendam dari mereka yang diaudit. Karyawan yang
menghadapi dilema akan etika membutuhkan mekanisme perlindungan sehingga mereka
dapat melakukan apa yang benar tanpa takut akan teguran. Sebuah organisasi
mungkin menunjuk konselor etis bagi karyawan yang menghadapi dilema etika. Para
penasehat ini mungkin juga menganjurkan alternatif tindakan etis yang
"benar". Organisasi-organisasi lain telah menunjuk petugas etika
mendesain, mengatur dan memodifikasi program etika suatu organisasi yang
diperlukan.
http://pengantarmanajemen2013.files.wordpress.com/2013/10/bahan-kuliah-4.pdf
2. Jelaskan tahapan pengembangan moral
Lawrence Kohlberg ?
Jawab :
Dalam
penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6
tahap dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang
muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey
dan menjadikannya tiga “tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”.
ketiga “tingkat” itu adalah tingkat prakonvensional,konvensional dan pasca-konvensional.
Tahap prakonvensional sering
kali berperilaku “baik” dan tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik
dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman,
ganjaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan
peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat
digambarkan sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu
sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau
bangsa, dan dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa
mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya
menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan,
mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan
utama menuju ke prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas
dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi
yang memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan
pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat
usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki
keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Pada tingkat prakonvensional kita menemukan:
Tahap I
Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa
hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik
tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan
sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah
perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan
kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti
hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan
persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis
pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti
aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal
kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Pada
tingkat konvensional kita menemukan:
Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang
menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat
banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap
tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali
dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi
penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan
berperilaku ”baik”.
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas,
peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar
adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan
pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang
mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.
Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat:
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu
orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian.
Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan
ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh
masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat
pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai
kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan
demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat”
pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi
dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan
pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam
kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang
legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur
kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan
mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara
hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada
pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini
bersifat abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip
itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik, dan
persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai
person individual.
3. Jelaskan pendekatan “Wortel dan
Tongkat atau “ The Carrot and Stick Concept” ?
Jawab :
Pendekatan Wortel dan Tongkat
Pendekatan "wortel dan
tongkat" atau The Carrot and stick concept adalah sebuah ungkapan yang
mengacu pada kebijakan menawarkan kombinasi penghargaan dan hukuman untuk
mendorong perilaku. Hal ini dinamai mengacu pada driver keranjang menggantung
wortel di depan keledai dan memegang tongkat di balik itu. Idiom yang digunakan
dalam bidang Hubungan Internasional untuk menggambarkan konsep realis 'keras
kekuasaan'. Wortel dapat berdiri untuk pemotongan pajak atau manfaat lainnya,
tongkat bisa berdiri untuk penggunaan (psikologis) kekerasan dan ancaman oleh
pemerintah.
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Carrot_and_stick
4. Carilah beberapa contoh perilaku tidak
etis minimal 5 ?
Jawab :
1) Menggunakan perangkat komputer untuk
membuat kesaksian palsu.
2) Menggunakan atau menyalin perangkat
lunak yang belum dibayar.
3) Menggunakan sumber daya komputer
orang lain tanpa otorasi
4) Mengambil hasil intelektual orang
lain untuk diri kita sendiri atau orang lain
5) Tidak memikirkan akibat sosial dari
program yang kita tulis.
6) Tidak menggunakan komputer dengan
cara yang menunjukan tenggang rasa.
5. Apa yang dimaksud dengan :
a.
Penyimpang
ditempat kerja
b. Penyimpang hak milik
c.
Penyimpang
politik
d. Penyimpang produksi
Jawab ;
a.
Penyimpangan
di tempat kerja
Penyimpangan di tempat kerja adalah
perilaku tidak etis yang melanggar norma-norma organisasi mengenai benar atau
salah. Terdapat 4 jenis penyimpangan di tempat kerja, antara lain:
b.
Penyimpangan
produksi
Perilaku tidak etis dengan merusak
mutu dan jumlah hasil produksi. Misalnya: pulang lebih awal, beristirahat lebih
lama, sengaja bekerja lamban, sengaja membuang-buang sumber daya.
c.
Penyimpangan
hak milik
Perilaku tidak etis terhadap harta milik perusahaan.
Misalnya: menyabot, mencuri atau merusak peralatan, mengenakan tarif jasa yang
lebih tinggi dan mengambil kelebihannya, menipu jumlah jam kerja, mencuri
dari perusahaan lain.
d. Penyimpangan
politik
Yaitu menggunakan pengaruh seseorang untuk merugikan
orang lain dalam perusahaan. Misalnya: mengambil keputusan berdasarkan pilih
kasih dan bukan kinerja, menyebarkan kabar burung tentang rekan kerja, menuduh
orang lain atas kesalahan yang tidak dibuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar