Rabu, 07 November 2012

Tugas Bahasa Indonesia 2


Nama: Pipo Legenda
Kelas: 3EB18
NPM: 25210342

SILOGISME KATEGORIAL

Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebur premis mayor dan peremis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah manusia.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada simpulan)

Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut:
1.  Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah
2.  Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu mayor, premis minor, dan simpulan.
3.  Dua premis yang negative tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulau pun adalah manusia.
4.  Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelai
Jadi, tidak seekor singa pun berbelai.
5.  Dari premis yang positif, akan dihasilakn simpulan yang positif.
6.  Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
7.  Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
8.  Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu
simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, tidak ada simpulan.
Hukum-hukum Silogisme Katagorik

  • ·         Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga. Contoh; Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor). Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor). Maka; Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
  • ·         Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga. Contoh; Semua korusi tidak disenangi (mayor). Sebagian pejabat korusi (minor). Maka; Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
  • ·         Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan. Contoh; Beberapa politikus tidak jujur (premis 1). Bambang adalah politikus (premis 2). Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
  • ·         Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul dapat diambil jika salah satu premisnya positif. Contoh; kerbau bukan bunga mawar (premis 1). Kucing bukan bunga mawar (premis 2). Kesimpulannya? Tidak ada.
  • ·         Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.

TUGAS BAHASA INDONESIA 2

Nama: Pipo Legenda
Kelas: 3EB18
NPM: 25210342

Salah Nalar

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.

Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada gagasan, perkiraan atau cara penarikan kesimpulan. Pada salah nalar kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang tidak masuk akal dalam tulisan Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.

Salah nalar ada dua macam:
1.  Salah nalar induktif, berupa :
    1. kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas.
    2. kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat.
    3. kesalahan analogi.
2.  Kesalahan deduktif dapat disebabkan :
a.  kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi.
b.  kesalahan karena adanya term keempat.
c.  kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi.
d.  kesalahan karena adanya 2 premis negatif.

Jenis – jenis salah nalar 
1.  Deduksi yang Salah
Salah nalar yang amat lazim ialah simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis yang tidak memenuhi syarat.
Misalnya: Pengiriman manusia ke bulan hanya penghamburan. (Premisnya: Semua eksperimen ke angkasa luar hanya penghamburan).
2.  Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah nalar ini disebut juga induksi yang salah karena jumlah percontohnya yang terbatas tidak mamadai.
Misalnya : Orang Indonesia malas tetapi ramah. (Orang Indonesia ada yang malas dan ada juga yang tidak ramah).  
3.  Pemilihan terbatas pada dua alternatif
Salah nalar ini berpangkal pada keinginan pada keinginan untuk masalah yang rumit dari dua sudut pandang (yang bertentangan) saja. Isi pernyataan itu jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak betul, tentu salah: jika tidak putih, tentu hitam.
Misalnya : Petani harus bersekolah supaya terampil. (Apakah untuk menjadi terampil kita selalu harus bersekolah?)
4.  Salah Nilai atas Penyebaban
Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan pengamatan sebab dan akibat, tetapi kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian. Khususnya dalam hal yang menyangkut manusia, penentuan sebab dan akibat sulit sifatnya. Salah nilai atas penyebab yang lazim terjadi ialah salah nalar yang disebutpost hoc, ergo propter hoc ‘sesudah itu, maka karena itu’.
Misalnya : Swie King jadi juara karena doa kita. (Lawan Swie King tentu   juga didoakan para pendukungnya).
5.  Analogi yang Salah
Analogi adalah usaha perbandingan dan merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan penalaran. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena logikanya salah.
Misalnya : Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin divisi.(Universitas itu bukan tentara dengan disiplin tentara).
6.  Penyimpangan Masalah
Salah nalar di sini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok yang lain, ataupun jika kita menyeleweng dari garis.
Misalnya : Program Keluarga Berencana tidak perlu karena tanah di Kalimantan masih kosong (Manusia tidak bisa hidup dengan hanya memiliki tanah).
7.  Pembenaran Masalah Lewat Pokok Sampingan
Salah nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan pokok yang tidak langsung berkaitan, atau yang remeh, untuk membenarkan pendiriannya. Misalnya, orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawannya juga berbuat salah.
Misalnya : Saya boleh berkorupsi karena orang lain berkorupsi juga. (Korupsi dihalalkan karena banyaknya korupsi dimana-mana).
8.  Argumentasi ad hominem
Salah nalar terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya dan bukan persoalannya. Khususnya di bidang politik, argumentasi jenis ini banyak dipakai.
Misalnya: Ia tidak mungkin pemimpin yang baik karena kekayaannya berlimpah. (Yang dipersoalkan bukan kepemimpinannya)
9.  Imbauan pada Keahlian yang Disangsikan
Dalam pembahasan masalah, orang sering mengandalkan wibawa kalangan ahli untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip pendapat seorang ahli sangat berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan secara mutlak kebenaran pokok masalah.
Misalnya : kita mengutip pendapat bintang film tentang pengembangan demokrasi.
10. Non Sequitur
Dalam argumentasi, salah nalar ini mengambil simpulan berdasarkan premis yang tidak, atau hampir tidak, ada sangkut pautnya.
Misalnya : Partai Rakyat Madani paling banyak cendekiawannya; karena itu usul-usulnya paling bermutu. (Tidak ada korelasi antara kecendekiaan dan kepandaian merumuskan usul).
Coba Anda perhatikan contoh di bawah ini.
a)  Pada hari ini saya datang terlambat karena jalannya macet
b)  Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak ada waktu.
Kalimat di atas merupakan bagian surat yang sering kita lihat pada surat pemberitahuan. Jika dilihat selintas memang kalimat di atas tampak efektif karena mudah kita pahami. Akan tetapi, kalimat tersebut sebenarnya tidak efektif karena salah nalar. Pada kalimat (a) terdapat frasa jalannya macet. Di dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI, 1994: 611) kata macet berarti terhenti atau tidak lancar. Kata terhenti atau frasa tidak lancar hanya boleh mengikuti kata yang bermakna ’gerak.’ Sedangkan kata jalan tidak mengandung makna ’gerak.’ Oleh karena itu, frasa jalanya macet mengalamai salah nalar, karena kata jalan pada konteks kalimat tersebut memang tidak pernah bergerak.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada kalimat (b). Tuhan telah memberikan waktu kepada kita 24 jam dalam satu hari dan satu malam. Jadi kalau ia tidak bisa arisan karena tidak ada waktu, berarti terjadi salah nalar. Kemungkinan yang tidak ada adalah kesempatan, karena setiap orang memiliki kesempatan yang berbeda-beda.
Dua kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
a)  Pada hari ini saya datang terlambat karena lala lintas macet
b)  Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak ada kesempatan untuk datang.
Masih banyak contoh kalimat lain yang salah nalar, misalnya:
a)  Mobil Pak Sanusi mau dijual.
b)  Waktu dan tempat kami persilakan kepada Bapak Rustamaji.
c)  Bola berhasil masuk ke gawang lawan.
Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
a)  Mobil Pak Sanusi akan dijual.
b)  Bapak Rustamji kami persilakan.
c)  Ronaldo berhasil memasukkan bola ke gawang lawan.

Senin, 08 Oktober 2012

Penalaran Deduktif


PENALARAN DEDUKTIF

Nama : Pipo Legenda
Npm : 25210342
Kelas : 3EB18
Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proporsi-proporsi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proporsi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proporsi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proporsi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
  • Deduksi berasal dari bahasa Inggris, "deduction" yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
  • Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan "silogismus". Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat Ilmu Hal 48-49, Jujun S. Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
  • Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com)
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkat pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ii diawali dari pembentukan teori hipotesis, defenisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.
Faktor-faktor penalaran deduktif:
  1. Pembentukan Teori
  2. Hipotesis
  3. Definisi Operasional
  4. Instrumen
  5. Operasionalisasi
Variabel pada Penalaran Deduktif
  • Silogisme Kategorial
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
Premi Umum : Premis Mayor (My)
Premis Khusus : Premis Minor (Mn)
Premis Simpulan : Premis Kesimpulam (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor.
  • Silogisme Hipotesis
Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproporsi konditional hipotesis. Konditional Hipotesis, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak antesenden, simpulannya juga menolak konsekuen.
  • Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proporsi alternatif. Proporsi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
  • Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.

Contoh kalimat Deduktif:
1. Burung adalah hewan berkaki dua (Premis Minor)
2. Burung adalah Hewan (Premis Mayor)
3. Semua burung bisa terbang (Kesimpulan)