Senin, 01 Agustus 2011

TUGAS MINGGU KE- 8 "PEREKONOMIAN INDONESIA"

NAMA : Pipo Legenda
KELAS: 1EB18
NPM : 25210342

SEKTOR PERTANIAN


1. Peranan sektor pertanian

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas sehingga mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:
·Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
·Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
·Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya.
·Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).

Kontibusi terhadap kesempatan kerja di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Kontribusi devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
Kontribusi terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial).
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.

2.Sektor Pertanian di Indonesia

·Selama periode 1995-1997, PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
·Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian ·1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. ·Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan: ·Iklim kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun ·Lahan lahan garapan petani semakin kecil ·Kualitas SDM rendah ·Penggunaan Teknologirendah 3.Nilai Tukar Petani Data BPS yang dirilis Selasa (1/3) menunjukkan kenaikan NTP ini dikarenakan naiknya NTP Subsektor Tanaman Pangan, Subsektor Hortikultura, dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat masing-masing sebesar 0,41 persen, 0,79 persen, dan 0,38 persen. Pada Januari 2011, NTP Provinsi Sulawesi Utara mengalami kenaikan tertinggi (1,05 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Papua terjadi penurunan terbesar (0,93 persen) dibanding penurunan NTP provinsi lainnya. Pada Januari 2011, terjadi inflasi di daerah perdesaan di Indonesia sebesar 0,98 persen terutama dipicu oleh naiknya indeks subkelompok bahan makanan. NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 32 provinsi di Indonesia pada Januari 2011, NTP secara nasional naik 0,25 persen dibandingkan NTP Desember 2010, yaitu dari 102,75 menjadi 103,01. Kenaikan NTP pada Januari 2011 disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Kenaikan NTP Januari 2011 disebabkan oleh naiknya tiga subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Pangan naik sebesar 0,41 persen; Subsektor Hortikultura naik sebesar 0,79 persen; dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik sebesar 0,38 persen. Sebaliknya, Subsektor Peternakan dan Subsektor Perikanan turun masing-masing sebesar 1,07 persen dan 0,09 persen. Kenaikan NTP Januari 2011 terutama dipengaruhi oleh naiknya harga-harga pada Subsektor Hortikultura utamanya kelompok sayur-sayuran. Nilai tukar, nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B. Dasar Tukar (DT): o DT dalam negeri, pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasional o DT internasional / Terms Of Trade,pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang internasional Nilai Tukar Petani, Selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar). Semakin tinggi NTP semakin baik. NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung: o Inflasi setiap wilayah o Sistem distribusi input pertanian o Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S) o D>S harga naik & D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar